Sabtu, 15 Oktober 2011

KONSEP DIRI


Konsep Diri
(MPK VIII)

Konsep diri menjadi topik bahasan yang populer untuk melihat hubungan antara bagaimana seseorang memandang dirinya sendiri dan perilaku apa yang diperlihatkan sebagai konsumen. Dengan pendekatan kepribadian, konsumen digolongkan berdasarkan penggolongan kepribadian yang telah ada disusun oleh para ahli, pada konsep diri, konsumen menggambarkan diri mereka sendiri di mana penggambaran ini mungkin akan berbeda dari orang luar memandang mereka.
Beberapa kekurangan dari konsep ini tidak mengurangi manfaatnya dalam aplikasi pemasaran, diantaranya segmentasi pasar, iklan, kemasan, penjualan personal, pengembangan produk, dan retail. Analisis konsep diri konsumen dan bagaimana mereka memandang merek sangat membantu pemasar dalam mengembangkan produk baru. Merek baru dapat diciptakan berdasarkan profil konsep diri konsumen yang belum difasilitasi oleh merek-merek yang sudah ada.
Penelitian memperlihatkan bahwa pandangan terhadap diri sendiri dapat digunakan sebagai alat untuk memperkirakan preferensi konsumen terhadap merek.

A.     PERSPEKTIF KONSEP DIRI (SELF CONCEPT)
Pengertian dari konsep diri adalah persepsi, perasaan, dan sikap seorang individu terhadap dirinya sendiri. Konsep diri manusia dapat dilihat dari 4 dimensi, yaitu konsep diri aktual, konsep diri ideal, private self, dan social self.
1.      Konsep diri aktual adalah siapa diri saya saat ini.
2.      Konsep diri ideal adalah saya ingin menjadi siapa saat ini.
3.      Private self adalah bagaimana saya ingin memandang diri saya sendiri.
4.      Social self adalah bagaimana saya ingin dipandang oleh orang lain.

Dimensi Konsep Diri konsumen

Konsep Diri Aktual
Konsep Diri Ideal
Private self
Bagaimana saya sesungguhnya melihat diri saya sendiri
Bagaimana saya ingin melihat diri saya sendiri
Social self
Bagaimana sesungguhnya orang lain melihat diri saya
Bagaimana saya ingin orang lain melihat diri saya

            Dalam pembahasan lebih lanjut, konsep diri dibagi ke dalam 2 kategori, yaitu konsep diri yang bersifat independent dan interdependent. Hal ini biasa juga disebut dengan separateness dan connectedness. Konsep diri independent didasarkan pada budaya barat yang menganggap bahwa tiap individu benar-benar terpisah. Konsep diri independent menekankan pada hal-hal, seperti tujuan pribadi, karakteristik, pencapaian dan keinginan. Mereka yang memiliki konsep diri kategori ini akan cenderung individualis, egocentric, dan mengandalkan pada diri sendiri.
            Di sisi yang lain, terdapat konsep diri yang bersifat interdependent. Kategori ini didasarkan pada budaya Asia yang mempercayai adanya keterkaitan antartiap manusia. Konsep diri ini menekankan pada hal-hal seperti keluarga, budaya, hubungan sosial, dan sebagainya. Mereka yang memiliki konsep diri ini cenderung taat terhadap peraturan, sociocentric, memiliki keterkaitan tinggi dengan lingkungannya, dan berorientasi pada hubungan .
            Pengkategorian konsep diri ini tidak selalu bersifat mutlak. Masing-masing berada di ujung ekstrem suatu dimensi, dan masih memungkinkan seorang individu memiliki konsep diri yang berada di posisi antara keduanya. Perbedaan konsep diri telah terbukti mempengaruhi perilaku konsumen, seperti pesan-pesan yang dapat dicerna oleh konsumen, konsumsi produk-produk mewah, dan jenis maupun merek produk yang terpilih dan dibeli oleh konsumen. Para pemasar sering menggunakan pemahaman akan peran konsep diri dalam menerapkan strategi pemasaran. Contohnya, dalam sebuah  iklan yang menampilkan kesan kebersamaan atau kekeluargaan akan lebih efektif bagi konsumen yang memiliki konsep diri interdependent.

Kepemilikan dan Extended Self
            Dalam pembahasan mengenai konsep diri, dikenal sebuah teori yang dikemukakan oleh Belk yang disebut dengan extended self. Istilah tersebut merujuk pada kecenderungan seseorang untuk mendefinisikan dirinya sendiri berdasarkan kepemilikannya (possession). Kepemilikan yang dimaksud di sini tidak harus sesuatu yang besar, seperti rumah atau mobil. Namun, bisa berupa benda-benda kecil, seperti pigura, hewan peliharaan ataupun panci untuk memasak. Suatu produk dapat menjadi bagian dari extended self karena digunakan selama suatu periode waktu tertentu dan meninggalkan kenangan maupun nilai tertentu pada diri pengguna.
            Sebagai contoh, sebuah kalung yang dibeli 30 tahun yang lalu dan telah digunakan selama periode waktu tersebut sehingga telah melekat dan memberi arti khusus bagi si pemakai.
            Faktor lain yang dapat menyebabkan suatu produk menjadi bagian dari extended self adalah adanya peak experience dengan produk tersebut, yaitu sebuah pengalaman yang ditandai dengan keberadaan perasaan yang lebih dari biasanya, baik itu perasaan senang, ketegangan, pencapaian dan sebagainya. Produk tersebut, misalnya produk-produk yang diperoleh atau digunakan saat melalui perubahan besar dalam hidup, seperti pernikahan, kematian, perceraian, dan sebagainya. Sebuah skala yang mengukur sejauh mana suatu produk terlibat dalam extended self telah diciptakan dalam bentuk skala Likert.
            Kepemilikan terhadap suatu produk bisa saja mempengaruhi sikap seseorang terhadap produk tersebut tanpa adanya efek extended self. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya mere ownership effect atau juga sering disebut dengan endowment effect, artinya kecenderungan pemilik untuk memberikan penilaian terhadap produk yang lebih baik daripada mereka yang bukan pemilik. Ada kecenderungan seseorang akan lebih menyukai produk tersebut setelah memilikinya selama sekian waktu.
            Konsep extended self dan mere ownership effect memiliki banyak implikasi bagi strategi pemasaran. Salah satunya adalah komunikasi yang menyebabkan konsumen memvisualisasikan kepemilikan atas suatu produk yang menyebabkan penilaian terhadap produk yang lebih baik. Selain itu, uji coba terhadap produk dan pemberian sampel produk pada konsumenj juga dapat memberikan efek serupa.

B.      POLA KONSUMSI DAN KONSEP DIRI
Manusia sering kali berusaha untuk mempertahankan actual self-concept dan ingin mencapai ideal self-concept salah satunya melalui pembelian dan penggunaan barang, jasa dan media. Produk dan merek memiliki nilai simbolik tersendiri di mata konsumen. Konsumen mengevaluasinya berdasarkan konsistensi dengan pandangan terhadap dirinya sendiri.
Berdasarkan penelitian, konsumen cenderung untuk memilih produk atau merek yang sesuai dengan dirinya atau dengan apa yang ingin dicapainya sebagai manusia. Hal ini terutama berlaku bagi kaum wanita. Lebih banyak wanita daripada pria yang menganggap bahwa produk yang mereka gunakan mencerminkan kepribadiannya sendiri.
Berikut adalah gambar yang menjelaskan konsep diri dan pola konsumsi.
Produk
Citra merek
 
 

           


 











C.      PENGARUH KONSEP DIRI TERHADAP PERENCANAAN PEMASARAN
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan, konsumen yang memiliki keterkaitan yang kuat dengan suatu merek tertentu melihat merek tersebut mencerminkan kepribadiannya. Bagi pemasar, keterkaitan tersebut merupakan suatu langkah penting dalam pembentukan kesetiaan konsumen dan hubungan yang positif dengan konsumen. Hal ini mendatangkan implikasi strategis tersendiri bagi para pemasar. Contohnya, mereka dapat melakukan segmentasi terhadap pasarnya berdasarkan konsep diri yang relevan, kemudian memposisikan produk atau jasa yang ditawarkan sebagai lambang dari konsep diri tersebut.
Pemasar sebaiknya mengembangkan citra produk sedemikian rupa sehingga sesuai dengan konsep diri yang dianut oleh konsumen. Meskipun konsep diri yang dimiliki seseorang bersifat sangat unik, ada kemungkinan konsep diri antar individu memiliki beberapa kemiripan.
Sebagai contoh, banyak konsumen yang mengategorikan dirinya sebagai seseorang yang peduli pada lingkungan.
Untuk memikat konsumen dengan konsep diri tersebut, pemasar berusaha untuk menampilkan citra produk yang mendukung konsep diri tersebut.
Konsep diri juga banyak digunakan pada berbagai kegiatan promosi, misalnya untuk produk-produk pakaian wanita. Model baju yang disajikan pada pajangan-pajangan di toko-toko pedagang eceran memperlihatkan berbagai konsep diri dari pemakainya. Baju yang berwarna gelap, dengan model-model klasik dan menggunakan bahan-bahan yang agak kaku, tetapi lembut sesuai untuk pemakai yang serius, pemikir alias wanita kantoran, sedangkan baju yang berwarna-warni dengan model-model yang memiliki banyak pernak-pernik aksesori menimbulkan kesan lincah bagi pemiliknya.
Saudara tentu telah melihat iklan sampo anti ketombe yang menggunakan model iklan seorang wanita yang bertempur dengan seorang pria dengan menggunakan jurus-jurus yang mengharuskan rambutnya tergerai dan terayun-ayun tanpa memperlihatkan ketombenya berjatuhan. Bandingkan dengan iklan sampo anti ketombe lain yang menggunakan model iklan seorang wanita yang berjalan dengan anggun. Kedua iklan ini mencerminkan konsep diri yang berbeda dari target pasarnya.
Studi memperlihatkan bahwa konsep diri merupakan penentu utama preferensi seorang konsumen terhadap suatu merek sehingga pemasar perlu memperhatikan kesesuaian produk dengan konsep diri target pasar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar