Sabtu, 15 Oktober 2011

GAYA HIDUP


GAYA HIDUP
(MPK IX)
                Kata ‘gaya hidup’ bukan sesuatu baru karena pemasar sudah sangat sering menggunakannya. Gaya hidup dipandang sebagai pola yang unik dari kehidupan yang dipengaruhi dan diperlihatkan oleh perilaku konsumsi. Gaya hidup yang diinginkan oleh seseorang akan mempengaruhi perilaku pembelian yang ada dalam dirinya, selanjutnya akan mempengaruhi atau bahkan mengubah gaya hidup individu tersebut.
                Dengan memahami gaya hidup konsumennya, pemasar dapat mendesain komunikasi pemasaran yang mencerminkan gaya hidup konsumen sehingga dapat meningkatkan efektivitas komunikasi dan memasarkan produk.

A.      GAYA HIDUP
Gaya hidup adalah cara seseorang menjalani kehidupannya. Gaya hidup merupakan pola hidup yang menentukan bagaimana seseorang memilih untuk menggunakan waktu, uang dan energi dan merefleksikan nilai-nilai, rasa, dan kesukaan. Jika diakitkan dengan teori konsep diri maka gaya hidup adalah bagaimana seseorang menjalankan apa yang menjadi konsep dirinya.
Gaya hidup seseorang ditentukan oleh karakteristik individu yang terbangun dan terbentuk sejak lahir dan seiring dengan berlangsungnya interaksi sosial selama mereka menjalani siklus kehidupan.
Gaya hidup sangat dipengaruhi oleh karakteristik seseorang yang dimilikinya sejak lahir, pengalaman di masa lampau, dan berbagai situasi saat ini yang akan mendatangkan pengaruh yang sangat besar pada perilaku konsumsi seseorang. Konsep gaya hidup konsumen sedikit berbeda dari kepribadian. Gaya hidup terkait dengan bagaimana seseorang hidup, bagaimana menggunakan uangnya dan bagaimana mengalokasikan waktu mereka. Hal ini terkait dengan aktivitas dan perilaku konsumen. Kepribadian menggambarkan konsumen lebih kepada perspektif internal, yang memperlihatkan karakteristik pola berfikir, perasaan dan persepsi mereka terhadap sesuatu. Kepribadian dan gaya hidup ini memiliki keterkaitan, misalnya konsumen yang memiliki kepribadian tergolong menyukai risiko akan memilih aktivitas-aktivitas yang mengandung risiko, misalnya panjat tebing.
Selain manusia secara individual, suatu rumah tangga juga memiliki gaya hidup. Sering kali gaya hidup individu dalam rumah tangga mempengaruhi gaya hidup rumah tangga tersebut dan berlaku juga sebaliknya, yaitu gaya hidup rumah tangga mempengaruhi gaya hidup individu di dalamnya. Hubungan antara gaya hidup dan proses konsumsi dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gaya Hidup dan Perilaku Konsumen









Faktor penentu gaya hidup
-demografi
-subkultur
-kelas sosial
-motif
-kepribadian
-emosi
-nilai
-daur hidup rumah tangga
-budaya
-pengalaman di masa lampau
 


Pengaruh terhadap perilaku
Pembelian
-Bagaimana
-Kapan
-Dimana
-Apa
-Dengan siapa
-Konsumsi
-Dimana
-Bagaimana
-Dengan siapa
-Apa
-Kapan
 




 








           
Gaya hidup yang diinginkan oleh seseorang mempengaruhi perilaku pembelian yang ada dalam dirinya, selanjutnya akan mempengaruhi atau bahkan mengubah gaya hidup individu tersebut.
Pada umumnya konsumen tidak menyadari secara eksplisit bahwa gaya hidup mendatangkan pengaruh pada pola konsumsi mereka. Sebagai contoh, hanya sedikit konsumen yang akan berfikir, “Saya akan membeli dan meminum kopi di Starbucks coffee untuk mempertahankan gaya hidup yang saya miliki”. Namun, konsumen dengan gaya hidup yang sesuai akan memilih Starbucks Coffee karena kenyamanan yang ditawarkannya, kebanggaan yang ditimbulkan, dan sebagainya. Jadi, sering kali konsumen tidak menyadari secara langsung pengaruh gaya hidup terhadap pola konsumsi yang ditunjukkannya.
Konsumen sering kali memilih barang, jasa, tempat, dan kegiatan yang berhubungan dengan gaya hidup tertentu. Sari misalnya, seorang mahasiswi yang lebih memilih mobil Honda Jazz untuk dikendarai daripada Suzuki Jimny, kumpul-kumpul dengan teman di kafe Excelso Citoz, pengunjung tetap salon perawatan tubuh yang terdapat di Pondok Indah Mal 2, dan berlibur ke Bali. Bandingkan dengan Gita, seorang mahasiswi yang mengendarai Escudo, sering kumpul dengan teman di tempat yang penuh musik rock, fitness dan berlibur dengan melakukan aktivitas arung jeram dan naik gunung. Sari memiliki gaya hidup yang lebih menonjolkan kewanitaannya, sementara Gita terkesan orang yang sporty karena pilihan produk, tempat dan aktivitasnya memerlukan energi yang cukup besar.

B. TREND GAYA HIDUP
Telah diuraikan di atas bahwa pada satu sisi, gaya hidup akan mempengaruhi perilaku pembelian dan perilaku konsumsi seseorang, di sisi lain gaya hidup ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor penentu, diantaranya demografi, kelas sosial, kepribadian, dan daur hidup di dalam rumah tangga.
Kasali (1998) memaparkan beberapa perubahan demografi Indonesia di masa depan, yaitu berikut ini.
1.       Penduduk akan lebih terkonsentrasi di perkotaan.
2.       Usia akan semakin tua.
3.       Melemahnya pertumbuhan penduduk.
4.       Berkurangnya orang muda.
5.       Jumlah anggota keluarga berkurang.
6.       Pria akan lebih banyak.
7.       Semakin banyak wanita yang bekerja.
8.       Penghasilan keluarga meningkat.
9.       Orang kaya bertambah banyak.
10.   Pulau Jawa tetap terpadat.
Pada gambar Gaya Hidup dan Perilaku Konsumen telah diuraikan bahwa demografi merupakan salah satu faktor penentu gaya hidup. Dengan demikian, untuk mempelajari tren gaya hidup dapat dilakukan melalui pemahaman akan tren perubahan demografi di Indonesia.
Peningkatan pendapatan keluarga, akan mempengaruhi gaya hidup melalui komposisi produk-produk yang dibeli dan tempat pembelian. Peningkatan pendapatan ini bahkan akan dapat meningkatkan kelas sosial seseorang yang tentunya akan berdampak terhadap gaya hidup. Kebutuhan-kebutuhan akan suatu produk/jasa tiba-tiba muncul, dorongan mengonsumsi semakin tinggi. Munculnya mal-mal yang mendorong semakin maraknya persaingan di antara pusat perbelanjaan yang semakin menarik bagi konsumen untuk melakukan transaksi di tempat yang lebih aman, nyaman, menawarkan berbagai pilihan produk yang berkualitas, dengan harga yang tidak terlalu berbeda dari pasar tradisional membuat muncul tren belanja baru. Bahkan transaksi dapat dilakukan tanpa konsumen secara fisik datang ke toko, tetapi dapat dilakukan melalui telepon dengan fasilitas delivery order (pesan-antar).
Semakin tingginya pendidikan yang dicapai oleh kaum wanita membuat semakin banyaknya wanita masuk ke dunia kerja. Memiliki pendapatan sendiri dan pendidikan yang tinggi membuat peran mereka di dalam rumah juga berubah, terutama dalam memutuskan produk-produk yang akan dikonsumsi oleh keluarganya. Wanita mulai terlibat dalam pengambilan keputusan untuk produk-produk yang high involvement yang selama ini didominasi oleh pria, misalnya peralatan elektronik, mobil, rumah. Wanita bekerja mempunyai karier yang menghasilkan uang yang bisa dibelanjakan kapan saja dan di mana saja. Bahkan bisa terjadi dalam keluarga seorang intri akan memiliki karier dan pendapatan yang lebih tinggi dari suaminya, yang apabila dikombinasikan dengan karakteristik individu yang terbangun dan terbentuk sejak lahir dan seiring dengan berlangsungnya interaksi sosial selama mereka menjalani siklus kehidupan akan sangat mempengaruhi gaya hidupnya. Mereka akan menghabiskan waktunya di klinik-klinik kecantikan perawatan tubuh, pusat-pusat kebugaran, serta clubing (berkumpul dengan teman-teman di kafe-kafe untuk bersantai), menyebabkan semakin sedikit waktu yang tersedia untuk mengurus rumah tangga.
Kaum laki-laki yang mengalami peningkatan pendapatan juga akan menyadari membutuhkan produk-produk baru sebagai tuntutan pekerjaannya. Menjaga kebugaran di klub-klub olahraga yang mulai menjamur di mal-mal, mengonsumsi produk makanan yang menawarkan kandungan gizi yang lengkap bagi kesehatan, makanan-makanan suplemen penambah energi, mencegah menurunnya vitalitas, sampai kepada perawatan wajah, rambut dan tubuh. Para lelaki ini juga mulai memperlihatkan penampilan fisiknya yang harus dijaga supaya enak dipandang oleh rekan bisnis, sebagai indikator profesionalisme dalam berbisnis. Kaum metroseksual biasa mereka disebut, adalah laki-laki yang membutuhkan waktu khusus untuk merawat kecantikannya sehingga mulai bermunculan akhir-akhir ini pusat perawatan tubuh/salon/spa khusus laki-laki.
Meningkatnya aktivitas di satu sisi serta berkurangnya waktu untuk setiap aktivitas ini di sisi lainnya, membuat orang-orang yang tinggal di perkotaan mengubah perilaku konsumsinya untuk produk-produk tertentu. Tidak ada waktu untuk mengurus anak memunculkan kebutuhan akan orang yang membantu mengurus anak sampai kepada tempat untuk menitipkan anak selama orang tuanya bekerja. Tidak ada waktu untuk mengantar dan menjemput anak sekolah memunculkan kebutuhan akan jasa untuk menjemput anak. Tidak ada waktu untuk mengurus rumah memunculkan kebutuhan untuk tinggal di apartemen. Tidak ada waktu untuk makan membuat makan menjadi pekerjaan ‘sambilan’, yaitu makan dilakukan sambil jalan atau sambil menyupir mobil. Pola makan yang berubah sebagai akibat dari semakin semptnya waktu yang tersedia untuk makan menimbulkan kesempatan kepada produsen makanan cepat saji tanpa mengabaikan kandungan gizinya, misalnya sereal untuk sarapan pagi.
Gaya hidup konsumen juga mulai berubah dari yang semula kurang peduli terhadap lingkungan menjadi peduli terhadap kesehatan lingkungan. Konsumen mulai peduli terhadap lingkungan yang bebas asap rokok, dan juga terhadap produk-produk yang dapat mengganggu lapisan ozon. Peningkatan perhatian pada produk-produk yang dapat didaur ulang sehingga mengurangi konsumsi plastik.


KONSEP DIRI


Konsep Diri
(MPK VIII)

Konsep diri menjadi topik bahasan yang populer untuk melihat hubungan antara bagaimana seseorang memandang dirinya sendiri dan perilaku apa yang diperlihatkan sebagai konsumen. Dengan pendekatan kepribadian, konsumen digolongkan berdasarkan penggolongan kepribadian yang telah ada disusun oleh para ahli, pada konsep diri, konsumen menggambarkan diri mereka sendiri di mana penggambaran ini mungkin akan berbeda dari orang luar memandang mereka.
Beberapa kekurangan dari konsep ini tidak mengurangi manfaatnya dalam aplikasi pemasaran, diantaranya segmentasi pasar, iklan, kemasan, penjualan personal, pengembangan produk, dan retail. Analisis konsep diri konsumen dan bagaimana mereka memandang merek sangat membantu pemasar dalam mengembangkan produk baru. Merek baru dapat diciptakan berdasarkan profil konsep diri konsumen yang belum difasilitasi oleh merek-merek yang sudah ada.
Penelitian memperlihatkan bahwa pandangan terhadap diri sendiri dapat digunakan sebagai alat untuk memperkirakan preferensi konsumen terhadap merek.

A.     PERSPEKTIF KONSEP DIRI (SELF CONCEPT)
Pengertian dari konsep diri adalah persepsi, perasaan, dan sikap seorang individu terhadap dirinya sendiri. Konsep diri manusia dapat dilihat dari 4 dimensi, yaitu konsep diri aktual, konsep diri ideal, private self, dan social self.
1.      Konsep diri aktual adalah siapa diri saya saat ini.
2.      Konsep diri ideal adalah saya ingin menjadi siapa saat ini.
3.      Private self adalah bagaimana saya ingin memandang diri saya sendiri.
4.      Social self adalah bagaimana saya ingin dipandang oleh orang lain.

Dimensi Konsep Diri konsumen

Konsep Diri Aktual
Konsep Diri Ideal
Private self
Bagaimana saya sesungguhnya melihat diri saya sendiri
Bagaimana saya ingin melihat diri saya sendiri
Social self
Bagaimana sesungguhnya orang lain melihat diri saya
Bagaimana saya ingin orang lain melihat diri saya

            Dalam pembahasan lebih lanjut, konsep diri dibagi ke dalam 2 kategori, yaitu konsep diri yang bersifat independent dan interdependent. Hal ini biasa juga disebut dengan separateness dan connectedness. Konsep diri independent didasarkan pada budaya barat yang menganggap bahwa tiap individu benar-benar terpisah. Konsep diri independent menekankan pada hal-hal, seperti tujuan pribadi, karakteristik, pencapaian dan keinginan. Mereka yang memiliki konsep diri kategori ini akan cenderung individualis, egocentric, dan mengandalkan pada diri sendiri.
            Di sisi yang lain, terdapat konsep diri yang bersifat interdependent. Kategori ini didasarkan pada budaya Asia yang mempercayai adanya keterkaitan antartiap manusia. Konsep diri ini menekankan pada hal-hal seperti keluarga, budaya, hubungan sosial, dan sebagainya. Mereka yang memiliki konsep diri ini cenderung taat terhadap peraturan, sociocentric, memiliki keterkaitan tinggi dengan lingkungannya, dan berorientasi pada hubungan .
            Pengkategorian konsep diri ini tidak selalu bersifat mutlak. Masing-masing berada di ujung ekstrem suatu dimensi, dan masih memungkinkan seorang individu memiliki konsep diri yang berada di posisi antara keduanya. Perbedaan konsep diri telah terbukti mempengaruhi perilaku konsumen, seperti pesan-pesan yang dapat dicerna oleh konsumen, konsumsi produk-produk mewah, dan jenis maupun merek produk yang terpilih dan dibeli oleh konsumen. Para pemasar sering menggunakan pemahaman akan peran konsep diri dalam menerapkan strategi pemasaran. Contohnya, dalam sebuah  iklan yang menampilkan kesan kebersamaan atau kekeluargaan akan lebih efektif bagi konsumen yang memiliki konsep diri interdependent.

Kepemilikan dan Extended Self
            Dalam pembahasan mengenai konsep diri, dikenal sebuah teori yang dikemukakan oleh Belk yang disebut dengan extended self. Istilah tersebut merujuk pada kecenderungan seseorang untuk mendefinisikan dirinya sendiri berdasarkan kepemilikannya (possession). Kepemilikan yang dimaksud di sini tidak harus sesuatu yang besar, seperti rumah atau mobil. Namun, bisa berupa benda-benda kecil, seperti pigura, hewan peliharaan ataupun panci untuk memasak. Suatu produk dapat menjadi bagian dari extended self karena digunakan selama suatu periode waktu tertentu dan meninggalkan kenangan maupun nilai tertentu pada diri pengguna.
            Sebagai contoh, sebuah kalung yang dibeli 30 tahun yang lalu dan telah digunakan selama periode waktu tersebut sehingga telah melekat dan memberi arti khusus bagi si pemakai.
            Faktor lain yang dapat menyebabkan suatu produk menjadi bagian dari extended self adalah adanya peak experience dengan produk tersebut, yaitu sebuah pengalaman yang ditandai dengan keberadaan perasaan yang lebih dari biasanya, baik itu perasaan senang, ketegangan, pencapaian dan sebagainya. Produk tersebut, misalnya produk-produk yang diperoleh atau digunakan saat melalui perubahan besar dalam hidup, seperti pernikahan, kematian, perceraian, dan sebagainya. Sebuah skala yang mengukur sejauh mana suatu produk terlibat dalam extended self telah diciptakan dalam bentuk skala Likert.
            Kepemilikan terhadap suatu produk bisa saja mempengaruhi sikap seseorang terhadap produk tersebut tanpa adanya efek extended self. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya mere ownership effect atau juga sering disebut dengan endowment effect, artinya kecenderungan pemilik untuk memberikan penilaian terhadap produk yang lebih baik daripada mereka yang bukan pemilik. Ada kecenderungan seseorang akan lebih menyukai produk tersebut setelah memilikinya selama sekian waktu.
            Konsep extended self dan mere ownership effect memiliki banyak implikasi bagi strategi pemasaran. Salah satunya adalah komunikasi yang menyebabkan konsumen memvisualisasikan kepemilikan atas suatu produk yang menyebabkan penilaian terhadap produk yang lebih baik. Selain itu, uji coba terhadap produk dan pemberian sampel produk pada konsumenj juga dapat memberikan efek serupa.

B.      POLA KONSUMSI DAN KONSEP DIRI
Manusia sering kali berusaha untuk mempertahankan actual self-concept dan ingin mencapai ideal self-concept salah satunya melalui pembelian dan penggunaan barang, jasa dan media. Produk dan merek memiliki nilai simbolik tersendiri di mata konsumen. Konsumen mengevaluasinya berdasarkan konsistensi dengan pandangan terhadap dirinya sendiri.
Berdasarkan penelitian, konsumen cenderung untuk memilih produk atau merek yang sesuai dengan dirinya atau dengan apa yang ingin dicapainya sebagai manusia. Hal ini terutama berlaku bagi kaum wanita. Lebih banyak wanita daripada pria yang menganggap bahwa produk yang mereka gunakan mencerminkan kepribadiannya sendiri.
Berikut adalah gambar yang menjelaskan konsep diri dan pola konsumsi.
Produk
Citra merek
 
 

           


 











C.      PENGARUH KONSEP DIRI TERHADAP PERENCANAAN PEMASARAN
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan, konsumen yang memiliki keterkaitan yang kuat dengan suatu merek tertentu melihat merek tersebut mencerminkan kepribadiannya. Bagi pemasar, keterkaitan tersebut merupakan suatu langkah penting dalam pembentukan kesetiaan konsumen dan hubungan yang positif dengan konsumen. Hal ini mendatangkan implikasi strategis tersendiri bagi para pemasar. Contohnya, mereka dapat melakukan segmentasi terhadap pasarnya berdasarkan konsep diri yang relevan, kemudian memposisikan produk atau jasa yang ditawarkan sebagai lambang dari konsep diri tersebut.
Pemasar sebaiknya mengembangkan citra produk sedemikian rupa sehingga sesuai dengan konsep diri yang dianut oleh konsumen. Meskipun konsep diri yang dimiliki seseorang bersifat sangat unik, ada kemungkinan konsep diri antar individu memiliki beberapa kemiripan.
Sebagai contoh, banyak konsumen yang mengategorikan dirinya sebagai seseorang yang peduli pada lingkungan.
Untuk memikat konsumen dengan konsep diri tersebut, pemasar berusaha untuk menampilkan citra produk yang mendukung konsep diri tersebut.
Konsep diri juga banyak digunakan pada berbagai kegiatan promosi, misalnya untuk produk-produk pakaian wanita. Model baju yang disajikan pada pajangan-pajangan di toko-toko pedagang eceran memperlihatkan berbagai konsep diri dari pemakainya. Baju yang berwarna gelap, dengan model-model klasik dan menggunakan bahan-bahan yang agak kaku, tetapi lembut sesuai untuk pemakai yang serius, pemikir alias wanita kantoran, sedangkan baju yang berwarna-warni dengan model-model yang memiliki banyak pernak-pernik aksesori menimbulkan kesan lincah bagi pemiliknya.
Saudara tentu telah melihat iklan sampo anti ketombe yang menggunakan model iklan seorang wanita yang bertempur dengan seorang pria dengan menggunakan jurus-jurus yang mengharuskan rambutnya tergerai dan terayun-ayun tanpa memperlihatkan ketombenya berjatuhan. Bandingkan dengan iklan sampo anti ketombe lain yang menggunakan model iklan seorang wanita yang berjalan dengan anggun. Kedua iklan ini mencerminkan konsep diri yang berbeda dari target pasarnya.
Studi memperlihatkan bahwa konsep diri merupakan penentu utama preferensi seorang konsumen terhadap suatu merek sehingga pemasar perlu memperhatikan kesesuaian produk dengan konsep diri target pasar.

KEPRIBADIAN


KEPRIBADIAN
(MPK VII)

            Apa yang dibeli oleh konsumen, kapan pembelian itu terjadi dan bagaimana mereka mengonsumsi sebuah produk kemungkinan besar dipengaruhi oleh factor-faktor kepribadian dalam diri mereka.
            Mengapa ada konsumen yang sulit untuk memahami, menerima penjelasan dan penawaran yang disampaikan para tenaga penjual jasa asuransi, tetapi mengapa ada pula konsumen yang sangat cepat memahami, mudah menerima penjelasan dan segera percaya terhadap apa yang disampaikan oleh para tenaga penjual asuransi ? Mengapa ada konsumen yang cenderung mudah menerima produk-produk baru, tetapi sebaliknya ada konsumen yang sulit sekali dipengaruhi untuk membeli produk-produk baru, bahkan menunggu kebanyakan konsumen lain menggunakan baru mau membeli? Mengapa ada konsumen yang gampang memahami komunikasi pemasaran yang disampaikan dengan tulisan, tetapi mengapa ada yang susah dan lebih mudah menerima pesan yang disampaikan dalam bentuk gambar-gambar yang menarik? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini sering muncul pada para pemasar ketika menawarkan produknya ke pasar sasaran yang dituju.
            Salah satu alasan mengapa terjadi perilaku seperti tersebut di atas adalah karena kepribadian konsumen yang memang berbeda. Ada konsumen yang cenderung dogmatis sehingga sulit untuk menerima hal-hal yang sifatnya berbeda atau tidak biasa dengan sebelumnya, namun ada juga konsumen yang memiliki tingkat keinovasian tinggi sehingga mudah sekali untuk dibujuk membeli produk-produk yang sifatnya baru.
            Pemasaran terhadap kepribadian konsumen sangatlah penting tidak hanya untuk kepentingan penyusunan bauran pemasaran, tetapi juga penting ketika perusahaan menggunakan kepribadian konsumen sebagai dasar segmentasi dan penentuan pasar sasaran. Banyak produk-produk seperti parfum, alat-alat kecantikan, mobil dan lain-lain yang memanfaatkan pemahaman terhadap kepribadian ini untuk mengarahkan strategi pemasarannya. Harley Davidson, Toyota, Escape dan lain-lain telah mempu menunjukkan sebagai perusahaan yang secara tepat memanfaatkan pemahaman terhadap kepribadian konsumen untuk melakukan segmentasi produk yang ditawarkan.

A. HAKIKAT KEPRIBADIAN
            Konsep kepribadian (personality) dibahas secara teoretis oleh para pakar melalui berbagai sudut pandang yang beraneka ragam. Beberapa pakar kepribadian menekankan pembahasan kepribadiaan pada pengaruh social dan lingkungan terhadap pembentukan kepribadian secara kontinu dari waktu ke waktu. Sementara itu, beberapa pakar lain menekankan pada pengaruh factor keturunan dan pengalaman di awal masa kecil terhadap pembentukan kepribadian.
            Di atas sebagai perbedaan sudut pandang yang dimiliki oleh para pakar kepribadian, Schiffman dan Kanuk (2004) mendefinisikan kepribadian sebagai berbagai karakteristik psikologis di dalam diri seseorang yang menentukan dan menggambarkan reaksi mereka terhadap lingkungan. Yang dimaksud dengan karakteristik psikologis dalam diri seseorang adalah berbagai sifat, atribut, perangai dan perilaku yang membedakan satu individu dengan individu lainnya.
            Tiga karakteristik yang perlu dibahas dalam pembahasan mengenai kepribadian adalah berikut ini.

1. Kepribadian Mencerminkan Perbedaan Antarindividu
            Kepribadian manusia merupakan kombinasi yang unik dari berbagai factor karakteristik. Hal inilah yang menyebabkan tak ada dua manusia yang sama persis. Mereka mungkin sama dalam satu hal atau beberapa factor dalam kepribadian mereka, namun tidak secara keseluruhan.
            Sebagai contoh, seseorang dapat dikategorikan memiliki keinginan yang tinggi untuk mendominasi, sementara ada yang dapat dikategorikan memiliki keinginan rendah untuk mendominasi. Kpribadian memudahkan pemasar untuk mengelompokkan konsumen berdasarkan kemiripan dalam factor kepribadian tertentu.

2. Kepribadian Bersifat Konsisten dan Berkelanjutan (Enduring)
            Kepribadian seseorang memiliki kecenderungan untuk bersifat konsisten dan berkelanjutan. Kedua karakteristik ini memudahkan pelaku pemasaran untuk memprediksi perilaku konsumen dengan mempertimbangkan kepribadiannya. Pemasar dapat mengetahui elemen apa dalam kepribadian konsumen yang akan mempengaruhi respons konsumen tertentu sehingga pemasar dapat membidik elemen kepribadian tersebut dalam penerapan strategi pemasarannya.
            Meskipun kepribadian cenderung stabil, seringkali perilaku konsumen mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Hal ini disebabkan oleh factor-faktor lain seperti factor-faktor psikologis, sosiokultural dan lingkungan yang turut mempengaruhi perilaku konsumen. Kperibadian hanyalah salah satu dari berbagai factor yang mempengaruhi perilaku konsumen.

3. Kepribadian Dapat Mengalami Perubahan
            Di bawah situasi tertentu, kepribadian bisa mengalami perubahan. Perubahan dalam kepribadian seseorang bisa disebabkan oleh berbagai kejadian dalam hidup maupun proses pendewasaan dalam diri manusia seiring dengan bertambahnya usia.
            Sebagai contoh, kepribadian seseorang mengalami perubahan Karena peristiwa-peristiwa-peristiwa besar, seperti kelahiran, kematian atau perceraian. Contoh lain, seseorang yang telah menginjak masa dewasa memiliki kepribadian yang berbeda dengan ketika berada di masa kanak-kanak.

B. TEORI-TEORI KEPRIBADIAN
            Dalam mempelajari kaitan antara kepribadian dan perilaku konsumen, tiga teori kepribadian yang sering digunakan sebagai acuan adalah teori Freudian, Neo Freudian dan teori traits.

1. Teori Freudian
            Teori ini diperkenalkan oleh Sigmund Freud yang mengungkapkan teori psychoanalytic dari kepribadian. Teori inilah yang kemudian menjadi landasan dalam ilmu psikologi. Berdasarkan teori Freud, kepribadian manusia terdiri dari 3 bagian atau system yang saling berinteraksi satu sama lain. Ketiga bagian tersebut adalah id, superego dan ego. Bagian id dari kepribadian manusia merupakan komponen kepribadian yang berupa dorongan-dorongan (drives) yang bersifat primitive dan implusif.
            Contoh komponen id adalah rasa haus, lapar maupun hasrat seksual yang timbul dalam diri manusia. Biasanya ,manusia secara alamiah mencari kepuasan atas perasaan-perasaan yang timbul tersebut.
Komponen kedua dari kepribadian manusia yang sangat berbeda dengan id adalah superego. Superego didefinisikan sebagai ekspresi individu atas norma, moralitas maupun code of conduct etika yang berlaku di masyarakat tempat manusia tersebut berada. Komponen superego memastikan bahwa individu tersebut memenuhi kebutuhan maupun keinginannya dalam cara yang dapat diterima oleh masyarakat. Oleh karena itu, seringkali superego merupakan “rem” bagi komponen id dalam kepribadian manusia. Berbeda dengan komponen id maupun superego, ego merupakan komponen ketiga dalam kepribadian manusia yang merupakan control di bawah sadar. Ego merupakan control yang bersifat internal dalam diri manusia yang menyeimbangkan dorongan-dorongan yang bersifat implusif dan batasan-batasan sosiokultural dalam masyarakat.
Gambar 4.1 berikut menggambarkan interaksi antara ketiga komponen kepribadian menurut Freud sehingga menghasilkan suatu bentuk keselarasan dalam kepribadian.
            `  
Oval: Gratification (kesenangan)

Gambar 4.1
Interaksi Antar komponen Kepribadian

            Dalam teori kepribadian yang dikemukakan oleh Freud, manusia dikatakan mengalami 5 tahapan sejak lahir, yaitu fase oral, anal, phallic, latent dan genital. Pemisahan tiap fase dilakukan berdasarkan bagian dari tubuh manusia yang diyakini Freud sebagai focus dari naluri seksual manusia. Menurut Freud, pembentukkan kepribadian seseorang sangat dipengaruhi oleh kemampuan mereka untuk mengatasi berbagai peristiwa yang terjadi selama mereka mengalami kelima fase yang telah disebutkan di atas, terutama 3 fase yang pertama.
            Sebagai contoh, apabila kebutuhan seseorang pada fase oral kurang terpenuhi maka ketika sudah dewasa, mereka akan cenderung sulit meninggalkan fse tersebut dan terlibat dengan aktivitas oral, seperti merokok dan mengunyah permen karet secara berlebihan.
            Para peneliti perilaku konsumen yang menggunakan teori Sigmund Freud menyakini bahwa pada dasarnya dorongan-dorongan yang ada pada diri manusia berada di bawah alam sadar. Menurut mereka, konsumen sesungguhnya tidak mengetahui secara pasti alas an mereka membeli dan menggunakan suatu produk. Perilaku yang ditunjukkan oleh konsumen baik itu pembelian maupun konsumsi merupakan perpanjangan dari kepribadian mereka sendiri.

2. Teori Kepribadian Neo-Freudian
            Beberapa pakar kepribadian lain memiliki pendapat yang berbeda dari pendapat Freud. Mereka tidak sependapat bahwa kepribadian manusia terutama bersifat penuh instinct dan seksualitas. Para pakar kepribadian ini berpendapat bahwa factor utama yang mempengaruhi pembentukan kepribadian manusia adalah hubungan social.
            Seorang penganut Neo-Freudian, Harry Stack Sullivan, menekankan pada teori bahwa manusia berusaha untuk menjalin hubungan yang signifikan dan menguntungkan dengan individu lain secara kontinu. Sullivan juga menyatakan adanya usaha yang dilakukan manusia untuk mengurangi tegangan yang ada pada dirinya, contohnya kecemasan (anxiety). Teori Sullivan didukung oleh Karen Horney yang memfokuskan pada pengaruh hubungan orang tua dan anak dan keinginan seseorang untuk mengatasi kecemasan di dalam dirinya. Menurut Horney, manusia dapat dikelompokkan berdasarkan kepribadiannya ke dalam 3 kategori, yaitu berikut ini.
a. Compliant individuals, yaitu manusia yang memiliki keinginan untuk diinginkan, dicintai dan dihargai.
b. Aggressive individuals, yaitu manusia yang memiliki keinginan kuat untuk disukai secara ekstrem.
c. Detachd individuals, yaitu mereka yang memiliki keinginan kuat akan kemandirian, menguntungkan pada diri sendiri, dan kebebasan dari kewajiban.
            Teori Neo-Freudian ini banyak digunakan oleh pemasar dalam merancang strategi pemasarannya. Sebagai contoh, pemasar mengklaim bahwa produknya dapat menjadikan seseorang memperoleh suatu pengakuan khusus dari masyarakat. Strategi ini disesuaikan dengan teori yang dikemukan oleh Horney mengenai complaint individual.

            Teori Neo-Freudian ini banyak digunakan oleh pemasar dalam merancang strategi pemasarannya. Sebagai contoh, pemasar mengklaim bahwa produknya dapat menjadikan seseorang memperoleh suatu suatu pengakuan khusus dari masyarakat. Stretegi ini disesuaikan dengan teori yang dikemukakan oleh Horney mengenai complint individual.

3. Teori Trait
            Beberapa dengan teori Freud dan Neo-Freudian yang menggunakan metode kualitatif dalam mengukur kepribadian, teori yang ketiga ini menggunakan metode kuantitatif atau empiris. Berdasarkan teori trait, kepribadian diukur melalui beberapa karakteristik psikologis yang bersifat spesifik yang disebut dengan trait.
            Pada teori trait, dikenal adanya tes selected single-trait personality. Tes ini mengukur hanya satu trait dari manusia, misalkan tingkat keinofativan konsumen, tingkat kesesuaian konsumen dengan lingkungannya, tingkat penerimaan konsumen terhadap produk luar negeri.



C. KEPRIBADIAN DAN KERAGAMAN KONSUMEN
            Dalam pemahaman mengenai berbagai karakteristik konsumen yang mempengaruhi perilaku mereka dalam melakukan pembelian, beberapa diantaranya adalah keinovatifan konsumen, faktor  kognitif konsumen, tingkat materialisme konsumen, dan ethnocentrism konsumen.
            Penjelasannya adalah sebagai berikut.

1. Keinovatifan Konsumen dan Karakteristik yang Terkait
            Para pemasar seringkali berusaha untuk mempelajari perilaku dari para consumer innovators, yaitu mereka yang selalu menjadi yang pertama untuk mencoba hal-hal baru baik barang, jaa maupun kegiatan-kegiatan baru. Tanggapan dari para innovator ini seringkali merupakan gambaran mengenai akan sukses atau tidaknya suatu produk dipasaran.
            Beberapa karakteristik yang menentukan apakah konsumen seorang innovator atau bukan, antara lain berikut ini.

  1. Tingkat keinovatifan
Tingkat keinovatifan konsumen dapat diukur menggunakan instrument yang dibentuk oleh para peneliti, yang bersifat fleksibel dalam domain kajiannya, misalnya untuk diterapkan pada kategori produk yang luas(personal computer), subkategori produk (computer jenis notebook) ataupun tipe produk (computer notebook mini beratnya 3 pound).

  1. Dogmatisme
Dogmatisme merupakan karakteristik manusia yang mengukur kekakuan atau rigidity dan keterbukaan yang ditunjukkan konsumen terhadap informasi atau hal-hal baru yang kurang familiar atau yang tidak sesuai dengan system keyakinan mereka. Konsumen dengan dogmatis tinggi akan sulit menerima hal-hal yang tidak familiar dengan mereka. Penerimaan akan dilakukan dengan rasa tidak nyaman dan tidak psti, sedangkan konsumen dengan tingkat dogmatis merendah akan memiliki sikap terbuka terhadap hal-hal yang kurang familiar atau tidak sesuai dengan system keyakinan mereka.
Implikasi tingkat dogmatisme yang dianut oleh konsumen pada dunia pemasaran adalah konsumen dengan tingkat dogmatisme tinggi seringkali dianggap sebagai konsumen dengan pandangan tertutup dan biasanya memilih produk yang sudah lama ada, bukan produk-produk inovatif. Hal ini bertolak belakang dengan konsumen dengan tingkat dogmatisme rendah (berpandangan terbuka) yang lebih memilih produk-produk inovatif daripada produk-produk tradisional. Oleh karena itu, dalam aspek komunikasi juga dibedakan antara konsumen yang memiliki tingkat dogmatisme rendah dan yang tinggi.
Mereka yang cenderung rigid atau tingkat dogmatismenya tinggi biasanya lebih tertarik apabila pada iklan produk inovatif ditampilkan endorser baik selebriti ataupun orang ternama, sedangkan konsumen degan tingkat dogmatisme rendah cukup tertarik dengan iklan produk inovatif yang menampilkan keunikan atau perbedaan produk baru tersebut jika dibandingkan dengan produk lainnya.

  1.  Karakter sosial
Karakter sosial merupakan karakteristik seseorang yang meliputi 2 titik ekstrem yaitu inner-directedness dan other-directedness. Istilah yang pertama berarti konsumen cenderung menggunakan nilai-nilai maupun keyakinan dalam dirinya sendiri dalam mengevaluasi produk, sedangkan other-directedness mencerminkan karakteristik konsumen yang lebih mempertimbangkan nilai-nilai atau petunjuk dari orang lain mengenai apa yang benar dan apa yang salah dalam mengevaluasi produk.
Biasanya konsumen yang memiliki karakter inner-directedness memiliki kemungkinan yang lebih besar dari pada other-directedness untuk mengevaluasi suatu produk.
Dalam strategi komunikasi, konsumen dengan inner-directedness cenderung menyukai iklan yang memuat pesan-pesan mengenai kegunaan produk, fitur-fiturnya maupun keuntungan dari penggunaan produk tersebut, sedangkan konsumen dengan other-directedness cenderung lebih menyukai iklan yang menekankan pada citra yang ditampilkan oleh produk, penerimaan oleh masyarakat apabila menggunakan produk tersebut, dan lain sebagainya. Pada dasarnya, konsumen dengan other-directedness lebih mudah untuk dipengaruhi dalam perilaku pembeliannya karena mereka sangat peduli dengan apa yang dianggap benar atau salah oleh pihak lain.

  1.  Tingkat stimulasi optimal
Tingkat stimulasi optimal yang tinggi dikaitkan dengan kemauan untuk menanggung risiko, untuk mencoba produk baru, untuk menjadi inovatif, untuk mencari informasi yang berkaitan dengan produk, dan menerima fasilitas baru, sedangkan konsumen dengan tingkat stimulasi optimal yang rendah memiliki kemauan yang lebih rendah dalam hal-hal yang disebutkan di atas.

  1. Pencarian keragaman
Apabila dilihat dari perilaku pencarian variasi atau keragaman maka dapat diklasifikasikan beberapa jenis perilaku pencarian variasi yang dilakukan oleh konsumen, antara lain berikut ini.
1)      Exploratory purchase behavior, yaitu bergonta-ganti merek untuk mencoba alternatif baru dalam rangka menemukan yang lebih baik.
2)       Vicarious exploration, yaitu mengumpulkan dan mengamankan informasi mengenai alternatif baru dan memikirkan pilihan tersebut secara mendalam.
3)      Use innovativeness, yaitu menggunakan produk yang sudah diadopsi dalam cara yang baru atau unik.

2. Faktor Kognitif
            Faktor kognitif ditengarai sangat mempengaruhi perilaku konsumen. Dalam pembahasan ini, dua karakteristik kepribadian kognitif yang diangkat adalah kebutuhan untuk cognition dan visualizer ataupun verbalizer.

  1. Kebutuhan atas cognition.
Kebutuhan atas cognition mengukur keinginan seseorang untuk berpikir. Berdasarkan hasil penelitian, konsumen dengan kebutuhan atas cognition yang tinggi akan lebih menyukai iklan yang mengemukakan informasi mengenai produk itu sendiri, seperti fitur, kegunaan, karakteristik keunggulan, dan lain sebagainya. Sebaliknya, konsumen yang memiliki kebutuhan atas cognition yang rendah akan lebih menyukai iklan yang didalamnya termuat unsur-unsur peripheral dari iklan tersebut, antara lain model yang menarik atau selebriti yang terkenal. Menurut teori ini, konsumen yang memiliki keinginan terhadap cognition akan cenderung lebih lama memproses iklan cetak daripada mereka yang memiliki keinginan atas cognition yang rendah.

  1. Visualizer dan verbalizer
Penelitian terhadap faktor kognitif seseorang mengelompokkan konsumen ke dalam dua kategori, yaitu visualizer dan verbalizer. Yang dimaksud dengan visualizer adalah konsumen yang lebih menyukai informasi visual maupun produk yang menekankan sisi visual seperti keanggotaan dalam klub kaset video, sedangkan verbalizer adalah konsumen yang lebih menyukai informasi maupun produk yang tertulis ataupun verbal. Contohnya adalah keanggotaan dalam klub buku atau kaset. Hal ini sangat besar implikasinya bagi dasar pembentukan strategi komunikasi bagi  tiap konsumen.

3. Materialisme Konsumen dan Perilaku Pembelian Kompulsif
            Materialisme menggambarkan sejauh mana seorang individu menganggap kepemilikan atau posession merupakan sesuatu yang sangat penting bagi identitas dan kehidupan mereka dan sejauh mana mereka menganggap itu tidak penting. Beberapa karakteristik dari seseorang dengan karakteristik materialisme yang tinggi adalah berikut ini.
  1. Mereka sangat menghargai kepemilikan dan cenderung memamerkan kepemilikannya.
  2. Mereka cenderung egois dan sombong.
  3. Mereka mencari dan mengadopsi gaya hidup yang penuh dengan berbagai kepemilikan.
  4. Kepemilikan mereka atas berbagai hal tidak mendatangkan kepuasan dalam hidup mereka.
Konsumen yang memiliki perilaku konsumen yang bersifat fixated biasanya tidak merahasiakan benda-benda tersebut. Sebagai contoh adalah konsumen yang gemar mengoleksi produk-produk, seperti boneka Barbie, boneka Beanie Babies, korek api Zippo dan sebagainya. Mereka biasanya memajang barang-barang koleksi tersebut dan mencari informasi yang berkaitan dengan produk bahkan melalui obrolan dengan sesama kolektor. Karakteristik konsumen dengan perilaku konsumsi fixated, antara lain berikut ini.
  1. Ketertarikan yang sangat dalam terhadap suatu kategori produk tertentu.
  2. Bersedia untuk melakukan pengorbanan tertentu untuk memperoleh produk yang menjadi ketertarikannya.
  3. Mencari dan menyimpan informasi mengenai produk yang bersangkutan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, para kolektor ini tidak hanya tertarik pada produk yang diperoleh sebagai koleksi, namun juga proses memperoleh produk tersebut, seperti yang banyak dirasakan oleh para kolektor uang kuno atau perangko.
Di satu sisi ekstrem yang lain, terdapat kategori konsumen yang berperilaku pembelian kompulsif. Konsumen dengan perilaku ini biasanya tidak dapat mengendalikan diri dan kecanduan terhadap suatu produk tertentu. Beberapa contoh kegiatan konsumsi kompulsif adalah kecanduan narkoba, alkohol dan gangguan pola makan. Masalah ini dapat diatasi dengan terapi secara klinis.

4. Etnosentrisme Konsumen
            Konsumen dengan etnosentrisme tinggi akan cenderung memiliki perasaan bersalah apabila mengonsumsi produk dari luar negeri karena berakibat buruk pada perekonomian bangsanya sendiri. Adapun konsumen dengan etnosentrisme rendah tidak merasakan hal tersebut. Implikasinya bagi pemasar adalah penggunaan penekanan pada aspek kebangsaan dalam penggunaan produk dalam negeri bagi konsumen dengan tingkat etnosentrisme tinggi.

D. KEPRIBADIAN MEREK (BRAND PERSONALITY)
            Brand personality menggambarkan merek dengan mengambil perumpamaan karakteristik manusia. Brand personality dianggap sebagai faktor yang berharga dalam meningkatkan ikatan/hubungan antara merek dan pemakai. Studi tentang brand personality banyak dikembangkan dari teori-teori kepribadian di mana mereka melihat perbedaan trait pada tiap merek yang berbeda juga.
            Sebagai salah satu contoh, konsumen cenderung menganggap Volvo menggambarkan citra keamanan yang tinggi, sementara Nike memberikan kesan bahwa setiap orang memiliki jiwa sebagai atlet, dan BMW menampilkan kesan yang menekankan pada kinerja kendaraan dalam hal menjaga keselamatan pengendara.
            Semua kesan yang berhasil ditampilkan oleh merek tersebut dalam benak konsumen menggambarkan bahwa konsumen dapat melihat karakteristik tertentu dari produk, kemudian membentuk brand personality. Pada dasarnya, kepribadian dari suatu merek bisa bersifat fungsional, seperti yang dimiliki oleh Volvo, namun bisa juga bersifat simbolik, seperti yang dimiliki oleh Nike.
            Sering kali pemasar menciptakan apa yang disebut dengan brand personification. Brand personification merupakan persepsi konsumen terhadap atribut barang atau jasa yang mirip dengan atribut-atribut yang dimiliki oleh manusia. Salah satu contohnya adalah sebuah produk sabun cuci piring dipersepsikan konsumen sebagai seseorang yang berenergi tinggi.
            Salah satu contoh personifikasi merek yang berhasil adalah yang dilakukan oleh sebuah merek mesin pembuat kopi yaitu Mr. Coffee. Berdasarkan sebuah Focus Group Discussion, ditemukan bahwa banyak konsumen yang menganggap produk Mr. Coffee sebagai seorang manusia. Banyak yang mengeluarkan pernyataan, seperti Ia membuat kopi yang sangat enak sekali. Ia tersedia dalam berbagai model dan harga, dan pernyataan lain yang seolah mendeskripsikan manusia. Penelitian lain menyimpulkan bahwa Mr. Coffee memberikan berbagai kesan di benak konsumen, antara lain ramah, efisien, intelligent dan pandai.
            Pada dasarnya terdapat 5 dimensi dalam kepribadian merek, yaitu sincerity, excitement, kompetensi, sophistication dan ruggedness. Sementara itu terdapat 15 kepribadian yang dihasilkan dari kelima dimensi tersebut.
            Tidak jarang, keberadaan product personality mendorong timbulnya gender yang dapat diasosiasikan dengan sebuah produk.
            Sebagai contoh, Mr. Coffee diasosiasikan oleh responden sebagai bergender maskulin, sementara ada produk lain seperti Celestial Seasoning (merupakan merek teh dengan cita rasa herba, rempah-rempah, dan buah-buahan yang diproduksi oleh perusahaan di Amerika Utara) dari Tracy Jones yang diasosiasikan konsumen dengan gender feminin.
            Teori ini sesuai dengan kondisi pasar yang sesungguhnya, di mana memang sering kali suatu produk di “cap” oleh konsumen memiliki label feminin dan maskulin. Bahkan sebuah penelitian di Cina mengungkapkan bahwa konsumen Cina memiliki anggapan bahwa kopi dan pasta gigi merupakan produk-produk yang bersifat maskulin, sedangkan produk-produk yang bersifat feminine, antara lain adalah sabun mandi dan sampo. Temuan ini bisa saja berbeda-beda bila diterapkan di belahan bumi yang berbeda pula. Tentunya ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti keyakinan, budaya, kebiasaan, perilaku dan sebagainya yang berbeda antar tiap kebangsaan.
            Keberadaan kaitan persepsi gender terhadap produk ini membantu pemasar dalam merancang strategi pemasarannya terutama dalam strategi komunikasinya. Contohnya, mereka dapat memilih desain visual maupun gaya bahasa atau susunan teks iklan yang sesuai dengan suatu produk. Desain aspek-aspek tersebut disesuaikan dengan image gender yang ditampilkan oleh produk, agar komunikasi yang terjadi dengan target audience menjadi lebih efektif.
            Dalam pembahasan mengenai product personality, sering kali konsumen juga mengasosiasikan kepribadian apabila melihat suatu warna tertentu. Salah satu contoh yang paling populer adalah minuman ringan Coca Cola sering kali diasosiasikan oleh konsumen dengan warna merah, sedangkan warna merah tersebut diasosiasikan dengan excitement atau kesenangan. Tiap warna yang berbeda memiliki asosiasi kepribadian yang berbeda juga. Sebagai contoh, warna kuning diasosiasikan dengan novelty (sesuatu yang baru) sementara warna hitam diasosiasikan dengan sophistication (canggih). Fenomena ini sering kali digunakan sebagai dasar penentuan strategi pemasarannya. Salah satu contohnya adalah pemasar minuman beralkohol jenis wine (anggur) sering kali menggunakan kemasan botol bernuansa biru atau kebiruan. Hal ini ditujukan untuk menarik pembeli utama produk wine yang kebanyakan berjenis kelamin wanita. Warna biru diyakini memunculkan daya tarik tersendiri bagi wanita.
            Contoh lainnya adalah usaha yang dilakukan oleh pemasar yang ingin menampilkan citra anggun, kelas atas dan berkelas dari sebuah produk sering kali menggunakan warna hitam dalam kemasannya. Contohnya, produk-produk yang ingin menampilkan citra tersebut antara lain adalah Montblanc, pasta LaBella, dan telpon genggam (handphone). Produsen komputer IBM sering kali menggunakan warna hitam pada produk-produknya. Laptop Thinkpad dengan sedikit sentuhan warna merah pada tombolnya untuk menampilkan citra kemajuan dari segi teknologinya. Produsen sepatu olahraga ternama Nike juga tidak jarang menggunakan nuansa hitam pada sepatu buatannya dengan sentuhan tambahan warna putih dan merah.
            Fenomena asosiasi warna dengan kepribadian produk ini juga banyak digunakan dalam penerapan strategi pemasaran pada industri restoran. Restoran cepat saji sering kali menggunakan warna-warna cerah dan beraneka ragam dalam penggunaan cat, papan nama maupun interior-nya. Hal ini ditujukan untuk menampilkan citra layanan yang cepat dan harga yang murah yang ditawarkan oleh restoran tersebut, sedangkan restoran-restoran bukan cepat saji sering kali menggunakan warna-warna dalam jumlah yang lebih sedikit dan lebih tidak menyala, seperti hitam, putih, abu-abu atau warna-warna pucat maupun pastel lainnya. Hal ini ditujukan untuk menampilkan nuansa elegan, tenang dan layanan yang serba mewah.
            Sebuah produsen pakaian melakukan sebuah penelitian dan menemukan bahwa konsumen yang berdomisili di bagian northeast dan midwest di Amerika Serikat yang sering mengalami musim dingin lebih menyukai warna-warna gelap, seperti hitam, biru tua, abu-abu, coklat tua dan sebagainya. Sedangkan penduduk di daerah yang banyak sinar mataharinya, seperti Phoenix dan Arizona, mereka lebih menyukai warna-warna terang daripada warna-warna gelap. Warna-warna terang tersebut, antara lain adalah merah muda, jingga, kuning, dan lain sebagainya. Berbagai jenis warna beserta kepribadian produk yang ditampilkan serta implikasinya pada dunia pemasaran dapat dilihat pada tabel asosiasi warna dengan kepribadian berikut

Asosiasi Warna dan Kepribadian

Warna
Penggambaran Kepribadian
Manfaat bagi Pemasaran
biru
Menggambarkan respect dan otoritas
  1. Warna yang digemari di Amerika
  2. Warna yang digunakan oleh IBM
  3. Diasosiasikan dengan club soda
  4. Pria cenderung mencari kemasan biru
  5. Rumah bercat biru kurang disukai
  6. Susu skim dan rendah kalori
  7. Kopi dalam kaleng biru dipersepsikan sebagai kopi yang ringan.
kuning
Peringatan, novelty, sementara dan kehangatan.
  1. Paling cepat ditangkap pandangan mata
  2. Kemasan kuning bagi kopi dipersepsikan kurang keras.
  3. Mencegah kemacetan lalu lintas.
Hijau
Aman, natural, relaks, benda hidup
  1. Lingkungan kerja yang menyenangkan
  2. Diasosiasikan dengan sayuran dan permen karet.
  3. Canada Dry Ginger Ale mengalami kesuksesan saat mengganti kemasan produk bebas gulanya dari merah ke hijau dan putih.
Merah
Manusiawi, menarik, panas, hangat dan kuat
  1. Membuat makan berbau lebih sedap
  2. Kopi dalam kemasan merah dipersepsikan memiliki rasa yang kuat
  3. Wanita menyukai merah kebiru-biruan
  4. Pria menyukai merah kekuningan
  5. Coca Cola sangat identik dengan merah
Orange
Kuat, harganya terjangkau, tidak formal
Menarik perhatian dengan cepat
Coklat
Tidak formal, relaks, maskulin, alam
  1. Kopi dalam kemasan coklst tus diasosiasikan sebagai terlalu kuat
  2. Pria mencari produk dengan kemasan coklat.
Putih
Kebaikan, kemurnian, kebersihan, kerapuhan, perbaikan, formalitas
  1. Pengurangan kalori
  2. Makanan yang murni dan utuh
  3. Bersih, peralatan mandi, feminin
hitam
Sophistication, kekuatan, otoritas, misteri
  1. Pakaian istimewa
  2. Elektronik berteknologi tinggi
Perak, emas, platinum
Kekayaan, ketegasan
Harga premium